Hukum_Kriminal
Senin 22 Januari 2024 09:31
Praktik jual beli suara atau money politic kerap mewarnai pesta demokrasi setiap kali digelar. (FOTO: Ilustrasi/dok-IST)
\"Share

BANTENEXPRES - Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) pada 14 Februari 2024 mendatang, politik uang atau money politic dengan cara bagi-bagi uang menjadi sorotan pelbagai pihak.

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati, mengatakan dalam undang-undang Pemilu telah mengatur sanksi pidana politik uang. Meski sudah diatur dalam undang-undang, akan tetapi pembuktiannya sulit dan tidak terpenuhi unsur-unsurnya.

"Pembuktiannya susah dan biasanya tidak terpenuhi unsur-unsurnya," kata Khairunnisa dikutip BantenExpres dari laman pusat edukasi anti korupsi KPK, Senin (22/01).

Ia mencontohkan dimana bagi-bagi uang tidak dianggap politik uang ketika kandidat tidak menyampaikan visi-misi sehingga tidak bisa ditindaklanjuti. Tantangan lainnya terkait politik uang yang dikatakanya yaitu publik atau masyarakat enggan melaporkan kejadian politik uang karena takut di intimidasi.

"Jika praktik itu terus menerus dilakukan, generasi ke depan akan memandang lumrah pemberian uang atau barang sebagai cara mencari suara, padahal melanggar pidana," ujarnya.

Sementara itu, dalam studinya, Burhanuddin Muhtadi menunjukkan bagaimana "wajah asli" demokrasi elektoral Indonesia yang dikorupsi oleh praktik jual beli suara. Fenomena ini tak hanya di pemilu nasional, tapi juga pemilihan kepala daerah.

Menurut dia, banyak operator politik melegitimasi politik uang sebagai strategi paling efektif dan penargetan loyalis partai "sebagai tindakan pemberian hadiah (gift giving), bahkan kewajiban moral".

Banyak kandidat dan tim sukses yang disurvei, kata Burhanuddin, menginterpretasikan pemberian uang tunai atau bantuan kecil kepada pemilih sebagai "ritual pertukaran hadiah" dan bukan sebagai tindakan jual beli suara secara terang-terangan.

"Maka, para penerima tidak keberatan dengan tukar-menukar suara, karena hal tersebut tidak dilihat sebagai bentuk suap terhadap suara," tulisnya.

Sanksi pidana money politic

Politik uang dalam elektoral Indonesia sering disebut "serangan fajar". Para kandidat atau tim sukses yang melakukan politik uang diancam hukuman pidana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam undang-undang tersebut pasal 524 ayat 1, 2, 3 bahwa sanksi pidana diberikan pada setiap orang, peserta, pelaksana, maupun tim kampanye yang memberikan uang atau memberi materi lain sebagai imbalan pada pemilih yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung.

Lantas sanksi apa lagi yang dilayangkan pada pelanggar undang-undang ini? Adapun sanksi pidana lainnya yaitu berupa denda, diantaranya:

1. Masa kampanye, apabila para pelanggaran dilakukan pada masa kampanye, sanksinya berupa hukuman penjara maksimal 2 tahun dan denda Rp 24 juta.

2. Masa tenang, hukuman pidananya maksimal 4 tahun dan denda Rp 48 juta.

3. Hari pemungutan suara dengan sanksi pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 36 juta.


Tidak hanya hukuman pidana dan denda saja, pihak-pihak yang melanggar aturan juga akan dilakukan diskualifikasi, yang tertuang dalam pasal 284, 285 dan 286. Mereka yang melakukan politik uang cenderung akan mencari cara untuk mengembalikan modal politik ketika sudah terpilih.

(GUNG)

Tentang Kami | Hubungi Kami | Redaksi | Disclaimer

PT BantenExpres Siber Media ©2018     develop by mitratek