Politik
Selasa 02 Juli 2024 21:16
Seorang pemilih sedang memasukan kertas surat suara pada Pemilu 14 Februari yang lalu. (FOTO: Ilustrasi/dok-BantenExpres)
\"Share

BANTENEXPRES - Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang periode 2024-2029 bakal dilaksanakan pada 27 November mendatang sekaligus perhelatan pesta demokrasi se-Tanah Air, Pilkada serentak 2024.

Jelang pendaftaran pasang calon pada akhir Agustus nanti, Pilwalkot Kota Tangerang sampai saat ini telah memunculkan kandidat-kandidat potensial pilihan partai politik.

Sementara itu, figur atau kandidat calon Wali Kota/Wakil Wali Kota dari kaum muda, mengisyaratkan Pilwalkot Kota Tangerang akan berjalan ketat. Pasalnya, diperkirakan tidak banyak pasang calon yang bertarung.

Pengamat politik Ahmad Syailendra mengatakan, jika kandidat figur muda tersebut bisa meraup pemilih dari kalangan milenial atau Gen-Z yang diperkirakan ada sekira 60 persen, maka sangat signifikan keberadaan figur muda laku di Kota Tangerang.

"Dan jika itu bisa dioptimalkan, saya yakin pemilih akan mengarah ke yang satu frame dengan mereka (kaum muda)," kata Syailendra kepada BantenExpres saat dimintai pendapatnya terkait figur muda di Pilkada Kota Tangerang, Selasa (02/07).

"Tinggal bagaimana langkah dan strateginya saja mengambil hati para pemilih muda. Jika pasangan calonnya dari kalangan muda, ini tentu sangat menarik," sambungnya.

Menurutnya, bila tidak bisa mengambil potensial suara dimaksud, maka sangat amat disayangkan. Oleh karenanya ia berpendapat para kandidat harus ekstra keras untuk menggaet suara hati anak muda, yang cenderung dengan situasi terhadap politik apatis.

Disamping itu, Syailendra juga menyampaikan kalangan milenial dan Gen-Z tentu memiliki harapan serta keinginan-keinginan dari para calon pemimpin figur muda.

"Sederhana sebetulnya, mereka menginginkan pemerintahan yang bersih, jauh dari korupsi. Dan politik itu bisa membawa kepada keinginan anak muda, cari pekerjaan mudah, sekolah gratis," jabar dia.

Untuk memenuhi harapan kalangan muda tersebut, lanjut eks Ketua KPU Kota Tangerang ini, calon kepala daerah harus melakukan beberapa hal.

"Pertama, masuk dalam visi misi kampanyenya. Kedua mewujudkan janji kampanye serta memasukan programnya ke RPJMD, sebagai bagian dari wujud implementasi visi misi pemerintahannya selama lima tahun kedepan," tutur dia.

Pada kesempatan yang sama, Akademisi Universitas Yuppentek Indonesia (UYI), Bambang Kurniawan mengatakan harapan generasi muda selalu ada dalam kejiwamudaan mereka.

"Eranya pragmatis anak-anak saat ini. Karena memang dibesarkan dalam lingkungan yang serba cepat berubah, walaupun di satu sisi ada juga suasana ketidakpastian. Pada akhirnya mereka menginginkan sesuatu yang instan dan ada manfaatnya bagi mereka, terutama bagi pengembangan hobby mereka," pandangnya.

Lanjutnya, kelompok muda lainnya adalah mereka berusia masuk di dunia lapangan kerja. Tuntutan ekonomi pribadi dan keluarga serta seringkali juga masuk dalam jebakan hedonisme membuat mereka butuh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kehidupannya. "Pada moment ini kelompok ini butuh pekerjaan," kata dia.

Dikatakannya, kelompok anak-anak muda yang usia kuliah atau pasca sekolah menegah atas, mereka membutuhkan kesempatan untuk bisa melanjutkan kuliah atau masuk dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

"Begitulah nampaknya harapan anak-anak muda akan sosok pimpinan di daerahnya kelak, selain sosok tersebut juga harus bisa bergaul dan melebur dalam dunia keseharian mereka," kata BK panggilan Wakil Rektor UYI itu.

Di ruang terpisah, Peneliti dari Pusat Riset Kebijakan, Institute for Development of Policy and Local Patnership (IDP-LP), Riko Noviantoro berpendapat Pilkada saat ini anomali.

Logika politik media sering pada tataran idealisme. Ukuran popularitas, elektabilitas dan seterusnya dijadikan sandaran kemenangan. Pada praktiknya publik dan elit parpol berpikir politik pragmatis.

"Selagi ada sembako, ada uang, ada bantuan dan semacanya, maka kandidat yang sepertu itu bakal dibela. Tidak lagi bicara politik gagasan, politik kepublikan dan lain-lain," papar Riko.

Kalau berangkat dari logika politik pragmatis, maka situasi politik lebih mudah dilihat dari kandidat yang rajin bagi sembako, terutama menjelang pencoblosan, menurut dia.

"Kalau kita berangkat politik idealisme. Maka kandidat yang punya elektabilitas, popularitas dan membawa visi kemajuan punya ruang kemenangan lebih besar. Namun lagi-lagi itu berpikir idealis," ujarnya.

Kendati begitu, Riko tidak sepakat populeritas seorang kandidat related dengan harapan publik sesungguhnya. "Popularitas kan hanya mengukur dikenalnya kandidat. Tidak related dengan kepercayaan publik," tegas Riko menekankan.

(ZIE/GUNG)

Tentang Kami | Hubungi Kami | Redaksi | Disclaimer

PT BantenExpres Siber Media ©2018     develop by mitratek