BANTENEXPRES - Demokrasi di Indonesia yang lahir dari semangat reformasi dan diikat oleh konstitusi, kini menghadapi tantangan serius. Demikian dikatakan Pemerhati Masalah Kebangsaan, Syaefunnur Maszah.
Sepanjang dekade terakhir, berbagai penyimpangan dalam praktik demokrasi semakin mencolok, membawa dampak negatif yang merambat ke berbagai aspek kehidupan masyarakat, menurut dia.
"Demokrasi yang seharusnya menjadi instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, perlahan-lahan bergeser menjadi alat kekuasaan untuk mempertahankan status quo," ujar Syaefunnur dalam keterangannya kepada BantenExpres, Sabtu (07/09).
Ia menyebut, dalam riset terbarunya Marcus Mietzner dalam buku Democratic Decline in Indonesia: The Role of Predatory Elites (2023) mengungkapkan, bahwa salah satu penyebab utama terjadinya penyimpangan demokrasi di Indonesia adalah semakin dominannya elite politik yang memanipulasi institusi demokrasi untuk kepentingan pribadi dan kelompok mereka.
"Mietzner menunjukkan bahwa fenomena ini mengakibatkan semakin lemahnya mekanisme check and balances, di mana lembaga-lembaga demokrasi seperti parlemen dan peradilan sering kali tidak berfungsi optimal karena telah dibajak oleh kepentingan-kepentingan politik sempit," kata dia.
Sebagai contoh empiris, lanjutnya, Mietzner menyoroti kasus revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2019, yang menunjukkan bagaimana lembaga legislatif dapat dimanipulasi untuk melemahkan institusi yang seharusnya berfungsi sebagai pengawal demokrasi dan penegak hukum.
"Revisi ini, yang mengurangi independensi KPK, mendapat protes luas dari masyarakat sipil. Namun, tetap disahkan oleh parlemen yang dikuasai oleh koalisi partai pendukung pemerintah," kata dia mengutip Mietzner.
Menurutnya, kasus ini mencerminkan bagaimana demokrasi Indonesia sedang mengalami kemunduran, di mana aturan hukum bisa diubah demi kepentingan elit politik, bukan demi kepentingan rakyat.
Di sisi lain, Eve Warburton dalam Indonesia's Democratic Paradox: Consolidation Amidst Constriction (2023) mencatat, bahwa kebebasan berbicara di Indonesia semakin terancam, terutama dengan meningkatnya penggunaan peraturan terkait pencemaran nama baik untuk menekan kritik terhadap pemerintah.
Eve menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, puluhan aktivis, jurnalis, dan akademisi telah dijerat dengan pasal-pasal karet ini hanya karena menyuarakan kritik yang sah terhadap kebijakan pemerintah.
"Fenomena ini, menurut Warburton, merupakan salah satu indikator utama bahwa demokrasi Indonesia semakin jauh dari prinsip-prinsip dasar demokrasi liberal yang menjamin kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia," tuturnya.
Dalam konteks partai politik, Vedi R. Hadiz dalam Populisme Demokrasi: Potret Politik Indonesia (2023) menjelaskan, bahwa partai politik di Indonesia telah mengalami degradasi fungsi. Alih-alih menjadi instrumen untuk menyalurkan aspirasi rakyat, partai politik lebih banyak berfungsi sebagai kendaraan untuk kepentingan pribadi dan kelompok elit.
Hadiz mencatat bahwa struktur partai politik di Indonesia semakin oligarkis, di mana keputusan-keputusan strategis sering kali diambil oleh segelintir elit partai yang memiliki kekuasaan besar, sementara kader dan anggota partai hanya menjadi pelengkap. Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan lebih mencerminkan kepentingan elit daripada kebutuhan dan aspirasi rakyat banyak.
"Penyimpangan dalam pelaksanaan pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) juga menjadi sorotan penting dalam konteks kemunduran demokrasi di Indonesia," ujar Syaefunnur.
Sementara, petik Syaefunnur lagi, Tom Power dalam artikelnya Election Integrity in Indonesia: Emerging Challenges (2024) menyoroti bahwa independensi penyelenggara Pemilu, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) semakin dipertanyakan.
"Ia mencatat bahwa pada Pilpres dan Pilkada, terdapat berbagai laporan tentang manipulasi dan tekanan politik terhadap penyelenggara Pemilu, yang mengarah pada ketidakpercayaan publik terhadap hasil Pemilu," katanya.
Power juga mengungkapkan adanya fenomena penggunaan aparat keamanan dan birokrasi untuk memenangkan kandidat tertentu, yang secara signifikan mengurangi integritas proses demokrasi.
Menurut Syaefunnur, penyimpangan ini memiliki implikasi yang luas dan merusak, baik terhadap kesejahteraan rakyat maupun terhadap sistem sosial dan politik Indonesia.
"Lemahnya mekanisme check and balances menyebabkan terjadinya berbagai penyalahgunaan kekuasaan, korupsi yang semakin meluas, dan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat kecil," ia berpendapat.
"Selain itu, intervensi politik yang kuat dalam sistem pendidikan telah menghambat inovasi dan perkembangan pendidikan yang seharusnya merdeka dan otonom," sambungnya menegaskan.
Syaefunnur juga melihat, kebebasan berbicara, sebagai salah satu pilar utama demokrasi, juga semakin tergerus, membuat ruang publik semakin sempit dan membatasi partisipasi warga negara dalam proses politik.
Untuk mengembalikan demokrasi Indonesia ke jalurnya, prioritas utama harus diberikan pada penguatan institusi demokrasi yang independen, seperti lembaga peradilan dan Komisi Pemilihan Umum, untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi.
Selain itu, perlu ada upaya serius untuk mengembalikan fungsi partai politik sebagai perwakilan rakyat yang sejati dengan mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam setiap aktivitasnya. Terakhir, kebebasan berbicara dan berpendapat harus dilindungi sebagai pilar utama demokrasi yang sehat.
"Hanya dengan langkah-langkah ini, demokrasi Indonesia dapat kembali ke jalurnya dan benar-benar menjadi instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Harapan besar pada kepemimpinan presiden berikutnya dapat melakukan perbaikan yang signifikan," Syaefunnur menutup.
(GUNG)
- Berikut Besaran Gaji dan Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI
- Mathla'ul Anwar Kecam Aksi Kekerasan dan Premanisme terhadap Gerakan Pro Demokrasi
- Era Era Hia Ditunjuk sebagai Plt Bupati Nias Barat, Nih Prioritasnya
- 41 Daerah Lawan Kotak Kosong di Pilkada 2024, Jokowi: Itu Kenyataan Demokrasi
- PB Mathla'ul Anwar Desak Pemerintah Bubarkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila
- Airlangga Hartarto Mundur dari Golkar, Peta Politik di Banten Akan Terdampak
- GEMA Mathla'ul Anwar Apresiasi Musim Haji 2024: Terbaik dalam 15 Tahun Terakhir